Friday, March 30, 2012

~ Mindless Practice by Teguh Sukaryo ~

~ Mindless Practice by Teguh Sukaryo ~



Arah dan tujuan adalah kunci penting dalam setiap kali kita berlatih. Sedemikian pentingnya mereka menentukan efisiensi dan efektifitas perkembangan kemajuan latihan kita, termasuk didalamnya penguasaan karya dan pematangan teknik. 

Tidak ada gunanya mengulang-ulang passages mindlessly (read: tanpa berfikir). Selain membuang waktu yang berharga, mindless practice terbukti berdampak negatif: yakni segala sesuatu yang buruk yang terlibat dalam sebuah aksi bermain, termasuk didalamnya bad fingerings, wrong/missing notes, incorrect pedalling and/or unhealthy technique akan semakin dipermantang. Bahkan tersemen kuat jika pengulangan terus menerus dilakukan dalam jangka waktu yang relatif lama. Wah, menyemen teknik kita yang tidak sehat? Membakukan note yang salah? Bermain dengan bad fingerings ataupun frase yang keliru tanpa kita tahu? Bukannya menyedihkan? Progress menjadi regress. Tujuan baik (i.e. berlatih) jadi berpotensi menggigit balik.

Nah, sekarang kita tilik konsekuensinya. Selain we will not do justice to the music we play, diri kita beserta guru kita akan terjerat oleh situasi yang menyulitkan. Tepat sekali, sangatlah sukar untuk memperbaiki garapan-garapan lama yang keliru. Bahayanya lagi (woops, jangan sampai deh) resiko kita terkena Repetitive Stress Syndrome pun meningkat berlipat kali ganda.

Tidak seorangpun dari kita mau berkembang secara keliru, bukan? Apalagi terperosok sampai terkena injury. Injury yang kronis bisa melumpuhkan tentunya, seperti contoh kasus yang sudah sering kita dengar, baik dalam dunia perpianoan maupun pada instrumen yang lain.

Saran saya kepada teman-teman dan adik-adik sekalian:
1. Berlatihlah dengan rasa tanggung jawab yang BESAR.
2. NEVER practice mindlessly.
3. Always listen carefully.
4. Practice slowly and sectionally, and with goals in mind.
Bukannya maksud kita berlatih adalah untuk dapat menguasai sepenuhnya karya yang sedang kita geluti, i.e. to completely master of the works we play, baik dalam segi musikalitas maupun teknik?

Mari, maju dan berkembang ke arah yang benar. Say NO to mindless practice! Kita memilih dan berkomitmen untuk selalu berada pada jalur yang tepat. Ayo, kita semua bisa!!

Thursday, March 29, 2012

‎"You can't blame the piano!"



‎                "You can't blame the piano!"

-Sebuah renungan-


Ya, judul diatas sudah menjadi konsep pengajaran para pedagogue terkemuka dan pianist besar terhadap murid2nya. Sebuah pemahaman yang sangat mendisiplin, saya rasa. Yakni bahwa para murid tidak diperbolehkan menyalahkan piano yang dimainkannya. Apapun keadaanya, pianis murid harus selalu fokus kepada persiapan dan permainannya tanpa pernah sesekali mengkambing-hitamkan piano. Kondisi piano yang tidak prima, seperti fales, key lengket, pedal bermasalah, action tidak standard, dll tidak cukup baik untuk menjadi alasan kenapa mereka tidak tampil prima. Sebuah pendisiplinan yang membuat para murid tough dan selalu fokus pada pengembangan diri. Sangatlah baik dan perlu dicontoha.

Bertahun-tahun saya berteman dengan banyak pianis hebat dari berbagai negara seperti diantaranya rusia, cina, eropa dan amerika. Tidak pernah terdengar, barang sekalipun, mereka menyalahkan piano sebagai penyebab performance yang mungkin dianggap kurang baik. "You can't blame the piano!"

Ada sebuah cerita, dimana Schnabel memberi demonstrasi pada upright piano tua sewaktu mengajar murid yang bermain di sebuah concert grand piano. Apa yang terjadi? Suara yang dihasilkan oleh master Schnabel di upright piano tua tersebut jauh lebih indah dibanding suara dari permainan murid pada concert grand. Wah, magickah? Baik ya atau tidak, ini merupakan sebuah kenyataan. Dan tidak sedikit cerita yang sewarna terdengar dimana-mana.

Tekunlah berlatih dan terus mengembangkan diri. 



Renungan

Tidak jarang apa yang kita kuatirkan sewaktu harus tampil didepan orang banyak tidaklah sama dengan harapan para audience terhadap sebuah suguhan seni/musik. Mungkin kita menguatirkan akurasi, memori, kecepatan, tanda dinamika, frasing, atau elemen teknis lainnya yang mati-matian kita garap di sesi-sesi latihan kita. Para audience, disisi lain, memiliki pengharapan berbeda yang jauh lebih sederhana dan manusiawi. Hati kecil mereka memohon: "sentuhlah aku", "buat aku menangis", "hangatkan hatiku", "hiburlah aku", "buat aku tertawa", "buat aku terinspirasi", "buat aku mengerti sesuatu yang baru" dll.

Memang grogi sangatlah wajar dan alami, namun dengan menyadari pengharapan audience yang mana adalah manusia biasa, sama seperti anda dan saya, perasaan grogi ini dapat mulai berkurang, lebih terkontrol, dan yang terpenting: kita dapat kembali pada mindframe yang benar: To touch others, to inspire, and to share beautiful music. Feel free to express, show feelings and emotions, let yourself be vulnerable, let music take you and your audience to its magical zone. Selamat bermusik dan menginspirasi orang banyak.



Teguh sukaryo